Masa Muda Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab atau yang lebih dikenal sebagai Umar al-Faruq, lahir di Mekah sekitar tahun 584 M dari Bani Adi salah satu cabang suku Quraisy yang memiliki tugas dan bertanggung jawab atas arbitrase antar suku dalam Quraisy. Ayahnya adalah Khattab bin Naufail dan Ibunya adalah Hantamah binti Hisyam dari suku Bani Makhzum. Di masa mudanya Umar bin Khattab biasa merawat unta ayahnya didataran dekat Makkah. Ayahnya terkenal karena kecerdasannya diantara sukunya. Umar bin Khattab pernah berkata: “Ayahku Al-Khattab, adalah orang yang kejam dia biasa membuatku bekerja keras, jika aku tidak bekerja dia biasa memukuliku dan dia biasa membuatku kelelahan” (Haykal, 1994).
Meskipun keterampilan baca dan menulis tidak umum di Jazirah Arabia sebelum kedatangan Islam, Umar bin Khattab belajar membaca dan menulis dimasa mudanya. Meskipun bukan seorang penyair dia mengembangkan kecintaan pada puisi dan sastra. Menurut tradisi kaum Qurasy saat masih remaja, Umar bin Khattab mempelajari seni bela diri, menunggang kuda, dan gulat. Umar bin Khattab memiliki postur badan yang tinggi, kuat secara fisik dan dikenal sebagai penggulat di Mekkah. Selain terkenal sebagai penggulat, Umar bin Khattab juga terkenal seorang orator berbakat yang menggantikan ayahnya sebagai penengah diantara suku-suku Qurasy (Ahmad, 2017).
Umar bin Khattab dikenal seorang pedagang yang pernah melakukan perjalanan ke Romani Bizantium dan Persia Sasaniyah. Selama melakukan perjalanan dagang Umar bin Khattab telah bertemu dengan berbagai sarjana dan menganalisis karekter sosial masyarakat Romawi dan Persia. Sebagai seorang pedagang, Umar bin Khattab tidak berhasil seperti orang-orang disekitarnya, hal tersebut disebabkan sebelum memeluk Islam Umar bin Khattab gemar minum minuman keras (Jafarian, 2004).
Khalifah Umar bin Khattab Sebelum Memeluk Islam
Sebelum memeluk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai sosok yang gigih menentang ajaran Nabi Muhammad SAW. Pada zaman jahiliyah, ia terlibat dalam kebiasaan buruk seperti minum minuman keras secara berlebihan yang merupakan praktik umum di masyarakat Arab saat itu. Salah satu tradisi yang Umar bin Khattab lakukan adalah mengubur anak perempuan hidup-hidup. Pada masa itu, memiliki anak perempuan dianggap sebagai aib dan tidak diinginkan. Meskipun menentang Islam, Umar bin Khattab tidak bertentangan karena ketidaktahuan akan ajaran Nabi Muhammad SAW. Sebaliknya, dia percaya bahwa ajaran baru tersebut akan menyebabkan konflik dan perpecahan dalam masyarakat Quraisy dan Makkah. Umar menginginkan kestabilan dan persatuan dalam masyarakatnya, dan dia berpikir bahwa satu-satunya cara untuk mencapai itu adalah dengan menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW. Pemikiran inilah yang mendorongnya untuk keras menentang dan memusuhi Islam, bahkan sampai mempertimbangkan untuk membynuh Nabi Muhammad SAW.
Khalifah Umar bin Khattab Setelah Memeluk Islam
Umar bin Khattab memeluk Islam pada tahun 616 M, di tahun keenam dari kenabian Muhammad SAW. Kisah keislamannya dimulai ketika dia berencana untuk membunuh Nabi Muhammad SAW, didalam perjalanan Umar bin Khattab bertemu dengan sahabatnya Nu’aim bin Abdullah yang sudah memeluk Islam. Nu’aim bin Abdullah memberitahu Umar bin Khattab bahwa saudara perempuannya Fatimah dan suaminya Sa’id bin Zaid telah memeluk Islam. Setelah mendengar kabar tersebut, Umar bin Khattab bergegas untuk menemui saudara perempuan dan iparnya tersebut. Sesampainya di rumah saudara perempuannya Umar bin Khattab mendapati mereka sedang membacaan Al-Quran surah Thoha yang diajarkan oleh seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Khabbab bin al-Arat.
Ketika Umar bin Khattab sampai di depan pintu, Khabbab bin al-Arat bersembunyi. Umar bin Khattab mulai bertengkar dengan saudara iparnya.Ketika saudara perempuannya datang untuk menyelamatkan suaminya, dia juga mulai bertengkar Umar bin Khattab. Namun tetap saja mereka terus mengatakan “Anda boleh membunuh kami tetapi kami tidak akan meninggalkan Islam” (Ahmad, 2017). Mendengar kata-kata ini, Umar bin Khattab menampar adiknya begitu keras sehingga terjatuh ke tanah dengan darah dari mulutnya. Ketika dia melihat apa yang dia lakukan pada saudara perempuannya adalah kesalahan, Umar bin Khattab terdiam karena rasa bersalah dan meminta saudara perempuannya untuk memberinya apa yang mereka baca.
Saudara perempuannya menjawab dengan sinis dan berkata, “Kamu najis, dan tidak ada orang najis yang dapat menyentuh Kitab Suci” (Ahmad, 2017). Umar bin Khattab bersikeras, tetapi saudara perempuannya tidak bersedia mengizinkannya menyentuh halaman kecuali dia membasuh tubuhnya. Umar bin Khattab akhirnya menyerah lalu membasuh tubuhnya dan kemudian mulai membaca ayat yang berbunyi: Sesungguhnya, Akulah Allah: tidak ada Tuhan selain Aku; maka sembahlah Aku (hanya), dan dirikanlah shalat yang teratur untuk mengingat-Ku (Quran 20:14). Setelah membaca ayat tersebut Umar bin Khattab menangis dan menyatakan, “Sesungguhnya ini adalah firman Allah, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah” (Jafarian, 2004). Mendengar perkataan Umar bin Khattab, Khabbab bin al-Arat keluar dari dalam dan berkata: “Wahai Umar, kabar gembira untukmu, kemarin Muhammad berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar atau Abu Jahal, siapapun diantara mereka yang Engkau sukai’ sepertinya doanya telah terkabul untuk kebaikanmu (Jafarian, 2004).
Umar bin Khattab selanjutnya pergi menemui Nabi Muhammad SAW dengan pedang dan menerima Islam dihadapan Nabi Muhammad SAW dan teman-temannya. Umar bin Khattab memeluk Islam diusia berusia 39 tahun. Dengan Islamnya Umar bin Khattab semakin membantu umat Islam untuk mendapatkan kepercayaan dalam mempraktikkan Islam secara terbuka. Pada tahap ini Umar bin Khattab bahkan menantang siapa saja yang berani melarang umat Islam melaksanakan salat, meskipun tidak ada yang berani mengganggu Umar bin Khattab ketika ia sedang shalat terang-terangan. Pertobatan Umar bin Khattab ke Islam memberikan kekuatan kepada umat Islam dan iman Islam di Makkah. Setelah peristiwa inilah umat Islam melakukan sholat secara terbuka di Masjid al-Haram untuk pertama kalinya. Abdullah bin Mas’ud berkata, “masuk Islamnya Umar adalah kemenangan kita, hijrahnya ke Madinah adalah kesuksesan kita, dan pemerintahannya berkah dari Allah, kami tidak salat di Masjid al-Haram sampai Umar bin Khattab masuk Islam, ketika dia masuk Islam, kaum Quraisy terpaksa membiarkan kami shalat di Masjid” (Jafarian, 2004).
Peran Khalifah Umar bin Khattab
Setelah memeluk Islam, Umar bin Khattab menjadi salah satu sahabat dekat Nabi Muhammad SAW dan berperan aktif dalam berbagai peristiwa penting dalam sejarah Islam. Umar bin Khattab ikut serta dalam hampir semua pertempuran besar, termasuk Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq. Umar bin Khattab juga dikenal dengan pendapat-pendapatnya yang bijaksana dan sering kali mendapat persetujuan dari Nabi Muhammad SAW.
Umar bin Khattab Menjadi Khalifah Kedua
Setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq pada tahun 634 M, Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah kedua. Kepemimpinan Umar bin Khattab berlangsung selama sepuluh tahun (634-644 M) dan dikenal sebagai masa keemasan dalam sejarah Islam. Di bawah kepemimpinannya, wilayah Islam meluas secara signifikan, mencakup Mesir, Suriah, Palestina, Persia, dan sebagian besar wilayah Irak.
Kebijakan Pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab
Bidang Administrasi dan Pemerintahan:
Umar bin Khattab membagi wilayah kekhalifahan menjadi beberapa provinsi yang dikelola oleh gubernur yang ditunjuk. Dia juga membentuk sistem administrasi yang efisien dengan mencatat semua pendapatan dan pengeluaran negara.
Bidang Sistem Keadilan:
Umar bin Khattab mendirikan sistem pengadilan yang teratur dan memastikan bahwa semua warga negara, termasuk dirinya sendiri, tunduk pada hukum yang sama. Dia dikenal sangat adil dan tegas dalam menegakkan hukum.
Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan:
Umar bin Khattab memperkenalkan sistem Baitul Mal (perbendaharaan negara) untuk mengelola kekayaan negara. Dia juga memperkenalkan reformasi agraria, membagikan tanah kepada petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Bidang Militer dan Pertahanan:
Umar bin Khattab memperkuat angkatan bersenjata dengan membentuk angkatan darat dan angkatan laut yang kuat. Dia juga memastikan kesejahteraan prajurit dengan memberikan gaji tetap dan tunjangan kepada mereka.
Karakter dan Kepribadian Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang sederhana, adil, dan berani. Meskipun dia memiliki kekuasaan yang besar, Umar bin Khattab selalu hidup dengan sederhana dan mendekati rakyatnya. Umar bin Khattab sering kali berjalan sendiri dimalam hari untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya. Sifatnya yang tegas dan adil membuatnya sangat dihormati dan disegani, baik oleh kawan maupun lawannya.
Wafatnya Khalifah Umar bin Khattab
Umar bin Khattab wafat pada tahun 644 M setelah ditikam oleh seorang budak Persia bernama Abu Lu’lu’ah saat sedang melaksanakan salat Subuh di Masjid Nabawi, Madinah. Luka akibat serangan tersebut sangat parah dan akhirnya menyebabkan wafatnya Umar bin Khattab. Sebelum wafat, Umar membentuk dewan untuk memilih penggantinya, yang kemudian memilih Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga.
Pengaruh Khalifah Umar bin Khattab
Warisan Umar bin Khattab dalam sejarah Islam sangat besar seperti reformasi dan kebijakannya menciptakan fondasi yang kuat bagi pemerintahan Islam dan memperluas pengaruh Islam secara signifikan. Kepemimpinannya yang adil dan bijaksana menjadi teladan bagi para pemimpin berikutnya. Umar bin Khattab juga dikenal sebagai salah satu Khulafaur Rasyidin yang dihormati oleh seluruh umat Islam. Umar bin Khattab adalah simbol kepemimpinan yang kuat, adil, dan penuh integritas dalam sejarah Islam. Warisannya terus dikenang dan dijadikan inspirasi bagi banyak orang dalam menjalani kehidupan yang adil dan berprinsip.
Sumber Referensi
Haykal, M, H. (1994). Al Faruq Umar. Kairo: Dar Al Ma’arif.
Ahmad, A, B. (2017). Umar bin Al-Kahattab – The Second Caliph of Islam. Darussalam.
Jafarian, R. (2004). Sejarah Islam: Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Runtuhnya Dinasti Bani Umayah (11 – 132 H). Lentera.
Keterangan:
Penulis: Sulpiandi
Editor Naskah: Marcelia Virantinur
Penerbit Naskah: Martini